ELLE Magazine
Opinion
INDONESIA
DIMATA PEREMPUAN
Oleh DOLOROSA SINAGA
Saya pernah menjadi juri lomba
karikatur jurnalisme Anugerah Adinegoro dalam rangka Hari Pendidikan Nasional
dan menemukan satu karikatur yang sangat menyesakkan hati saya. Sejumlah
perempuan Indonesia dengan wajah sukacita berlari-lari ke bandara membawa
poster bertuliskan Tenaga Kerja Migran. Pada masa Orde Baru, gerakan perempuan
dibungkam dengan propaganda Gerakan Wanita Indonesia, Gerwani, bahwa mereka
terlibat dalam peristiwa pembunuhan keenam Jendral di Lubang Buaya pada tahun
1965. Setelah itu pemerintah membangun citra baru perempuan Indonesia melalui
organisasi Darma Wanita yang program kerjanya dikendalikan oleh negara.
Kemudian pada era 2000-an kita pernah punya presiden perempuan dan menteri
perempuan. Namun apakah kemudian berpengaruh terhadap pembentukan karakter
perempuan Indonesia?
Buat saya, karakter perempuan
Indonesia seharusnya bisa dipandang dari cita-cita dan ambisinya. Apabila
kondisi hidup perempuan lebih banyak berada di level under subsistence,
terkungkung di ruang domestik, dan masyarakat memandang perempuan tidak perlu
punya karakter, maka dalam perjalanannya hanya akan ada sedikit sekali
perempuan yang bisa berkontribusi bagi perubahan sosial di negeri ini.
Dalam suatu kesempatan pameran
seni di gedung Sarinah, Jakarta, saya persembahkan karya 5 patung perempuan
yang semuanya dinamakan Sarinah. Lima karya saya ini merupakan jelmaan figur
Sarinah sebagai perempuan yang dikagumi Bung Karno. Ia perempuan yang anggun dan
cerdas. Saya menggambarkan sosok perempuan sebagai penjaga kehidupan yang
membawa piring makanan besar untuk berbagi. Perempuan juga kerap menjadi korban
genggaman persepsi masyarakat dan kekuatan politik ekonomi. Tapi perempuan
selalu bisa membuktikan bahwa ia mampu tetap berdiri melawan perampasan dan
kesewenangwenangan. Dengan tas di tangan berisi buku dan sehelai kain,
perempuan melangkah mandiri menyongsong masa depan.
Kelima patung tersebut mewakili
berbagai karakter dan nilai-nilai ketangguhan perempuan: perempuan elegan nan
anggun, perempuan pemelihara kehidupan dan pemberi makan, perempuan martir
keadilan yang diinspirasi dari sosok Ita Martadinata saksi pembunuhan Munir
yang juga menjadi korban, perempuan pejuang melawan perampasan tanah leluhur,
dan perempuan pengusung kemandirian.
Karya-karya saya memang kerap
sangat eksplisit menampilkan nada feminis. Di samping juga sering kali
menyuarakan pandangan yang menggelitik tentang kondisi sosial politik. Sebab
itulah esensi dari tanggung jawab kesenimanan saya. Saya harus membawa karya
seni ke ruang publik sebagai bentuk ekspresi kepedulian dan keberpihakan saya
atas hal-hal yang penting untuk dibela. Ketertindasan perempuan masih tetap
menjadi tema utama yang tampak jelas dimana karya saya nyaris selalu berakhir
dengan figur perempuan. Barangkali pengecualian untuk 5 sosok laki-laki yang
pernah saya bentuk menjadi patung: Dalai Lama, Widji Thukul, Abdurrahman Wahid,
Soekarno, dan Multatuli.
Agustus punya arti tersendiri
untuk Indonesia. Momen sakral untuk mengenang bagaimana negara ini pernah
bertumpah darah merebut kemerdekaan. Dan perjuangan itu tak pernah boleh
berhenti. Harus selalu dihidupi dan dilakoni, termasuk oleh kaum perempuan.
Memang tidak sedikit jumlah perempuan yang sudah berhasil memperlihatkan
determinasinya untuk menentukan hidup secara mandiri. Namun tak bisa
dipungkiri, pada wilayahwilayah tertentu perempuan masih terjerat genggaman
patriarki, agama, dan kekuasaan institusi yang pada akhirnya membuat
kemerdekaan perempuan menjadi sebuah harga mahal. Kebebasan yang harus direbut
melalui gerakan dan perjuangan demi mewujudkan keadilan dan kedaulatan
perempuan. Sikap hormat terhadap perempuan adalah sebuah keharusan dan
keniscayaan sebab dari perempuanlah kehidupan ini bisa terjadi dan dari
perempuanlah manusia mampu mempertahankan rantai kehidupan.
Semua perempuan harus bergerak
mengerjakan apa yang dirasa bermanfaat bagi peradaban dan kemanusiaan.
Perempuan mesti lebih banyak duduk di jabatan kunci di pemerintahan, parlemen,
kementerian, pimpinan lembaga penerintahan, maupun di lembaga non pemerintah
atau swasta. Kaum perempuan harus meraih akses di bidang ekonomi, politik,
hukum, pendidikan, dan kebudayaan. Dan tidak bisa tidak, harus ada banyak
perempuan yang muncul sebagai pakar intelektual untuk dapat melakukan koreksi
dan kritik terhadap political discourse yang menghambat kemajuan negeri dan
memiliki kekuatan moral untuk mensejahterakan bangsanya.
Komentar
Posting Komentar